Oleh : Zahrul Fadhi Johan
Latar Belakang Kemunculan Sastra Arab Mesir Modern
Sejarah
kesusastraan Arab telah mengalami perjalanan yang begitu panjang dari masa
kemasa diawali pada masa Jahili, masa Islam, masa dinasati Muawiyah, Abasiah,
masa dinasti Ustmani, dan masa moderen hingga sekarang. Dalam setiap periode
perkembangan tersebut, sastra Arab mengalami inovasi yang membedakannya dengan
periode lainnya. Pada masa Abbasiah merupakan masa ke emasan sastra Arab, dan
mengalami kemunduran saat masa Turki Usmani sampai Pada fase nahdah permulaan
fase ini sejak pemerintahan Muhammad Ali di Mesir setelah kolonialisasi Francis
berakhir pada 1801.
Sebagaimana
diketahui bahwa sastra Arab pernah mengalami kevakuman atau tidak mengalami
perkembangan yang signifikan pada masa Turki Usmani yang menguasai kawasan Arab dan
sebagian besar dunia Islam lainnya. Tidak berkembangnya sastra Arab di masa itu, karena adanya politik penguasa Turki Usmani yang tidak terlalu menaruh perhatian
terhadap segala hal yang berkaitan dengan Arab yang menjadi wilayah
kekuasaannya. Sebagai penguasa, Turki Usmani menerapkan kebijakan Turkinisasi
atau menanamkan pengaruh Turki di setiap wilayah kekuasaannya, seperti bahasa
Turki, tradisi Turki dan lain sebagainya. Hal ini berakibat pada bahasa dan
sastra Arab yang cenderung tidak mengalami perkembangan yang berarti.
Setelah
beberapa kawasan Arab, seperti Mesir, diambil alih oleh Prancis yang memperkenalkan
beragam perlengkapan modern seperti peralatan cetak serta model-model bahasa
dan sastra yang baru maka lambat laun sastra Arab kembali menggeliat. Perkembangan
sastra Arab mengalami perkembangan yang signifikan setelah hengkangnya Prancis
dari bumi piramida pada tahun 1801 dan disusul dengan naiknya Muhammad Ali sebagai
penguasa Mesir. Karena perhatian Ali yang cukup besar terhadap ilmu
pengetahuan, maka ia mengirimkan duta-duta Mesir untuk menimba beragam
ilmu pengetahuan di berbagai negara Eropa seperti Prancis, Inggris dan
Italia. Sekembalinya para pelajar tersebut ke Mesir, maka dimulailah beragam
inovasi terhadap aneka ilmu pengetahuan yang termasuk di dalamnya sastra Arab.
Dari sini
geliat kebangkitan sastra Arab semakin menampakkan eksistensinya yang merupakan
perpaduan dari proses panjang asimilasi dengan berbagai kebudayaan seperti
Prancis dan Inggris (assimilation), penerjemahan beragam karya asing (translation),
peniruan berbagai naskah asing (imitation) yang dilakukan oleh beragam pihak yang
berkecimpung dalam dunia sastra Arab.Sejarah sastra Arab kemudian mencatat
orang-orang seperti al-Barudi, Ahmad Syauqi dan Hafidz Ibrahim sebagai
orang-orang pertama yang memperkenalkan inovasi-inovasi dalam sastra Arab.
Tokoh-tokoh ini kemudian disebut sebagai pengusung aliran pertama dalam sastra
Arab modern yang dikenal dengan nama Neo-Klasik. Kemunculan aliran ini menandai
dimulainya sastra Arab berada dalam fase moderennya, disebabkan karena adanya beragam
pengaruh dari luar sebagai hasil interaksi dengan banyak budaya dan tradisi,
baik yang datang secara langsung karena penjajahan maupun yang dibawa oleh para
duta Mesir yang menimba ilmu pengetahuan di Eropa.
Meskipun
demikian, beragam inovasi yang dimunculkan oleh para pengusung Neo-Klasik ternyata
tidak sepenuhnya melepaskan mereka dari ikatan tradisi terhadap karya-karya pendahulu
dalam penggubahan puisi, terutama dalam aspek metode (uslūb) dan bahasa yang digunakan.
Oleh karena itu, sebagai kritikan terhadap Neo-Klasik maka muncul aliran sastra
Arab modern baru yang kemudian dikenal sebagai Diwān.
Faktor Pendorong Kebangkitan Sastra Arab Modern di Mesir
Kebangkitan
Sastra di Mesir pada abad modern diawali dengan berkembangnya aliran sastra
yang kemudian dikenal dengan aliran konservatif (Tayyaral Muhafidzin), yaitu
aliran yang merekonstruksi ruang lingkup sastra dengan tetap merevivalisasi
sastra klasik serta mengembangkan tema sastra sesuai dengan kondisi kekinian.
Pelopor aliran ini adalah Mahmud Samial Barudi(1838 1904). Pembaharuan yang
dilakukan Barudi bukan melakukan sweeping atau menyapu bersih kaidah kaidah
sastraklasik, seperti qowafi (rhyme) dan wazan(ritme). Oleh karena itu aliran
ini disebut muhafidziin karena mereka tetap menjaga parameter sastra yang
diwariskan secara turun-temurun dari sastrawan sastrawan klasik.
Namun,
pembaharuan Barudi hanya sebatas pembaharuan pada diksi tema yang dikaitkan
dengan kondisi pada zamannya atau hasil dari interaksi langsung dengan sosial
budaya masyarakat pada waktu itu. Terlepas dari hal tersebut, kebangkitan
sastra arab itu sendiri diawali oleh beberapa faktor lainnya, faktor yang
sangat berpengaruh atas kebangkitan sastra arab di Mesir diantaranya sebagai
berikut :
(1) Bersatunya
antara kebudayaan barat dengan kebudayaan timur. Pada awal kurun yang lampau
yang diusung pertama kali oleh Napoleon Bonaparte dan pengambilan kekuasaan
dari tangan para komunis , dan lain dari pada itu negara bagian timur menjadi
tempat bekerja bagi mereka, dan mereka menjadikan bahasa arab sebagai bahasa
yang resmi untuk menyebar luaskan beberapa ajaran dan sastra. Adapun beberapa
pekerjaan mereka yang ada di Suriah tidak terlepas dari beberapa peninggalan
yang ada di Mesir, maka dibangunlah beberapa sekolah dan kebanyakan dari mereka
adalah orang orang Syam Nasrani, maka keluarlah beberapa kelompok dari mereka
yang mempunyai kelebihan berbahasa Arab dan kemudian mengembangkan keilmuwan
dan kesusastraan arab.
(2) Bertambahnya
jumlah orientalis di Eropa bagian timur dan usaha mereka terus berlanjut hingga
mendapatkan beberapa publikasi Arab dan dicetaklah beberapa buku berbahasa
Arab, dan beberapa tulisan perserikatan Asuyah yang membahas tentang berbagai
ilmu dan masalah-masalah ketimuran , sehingga bertambahlah tempat mutiara-mutiara
ilmu dan sastra.
(3) Dibangunnya
sekolah yang bermacam-macam yang didirikan oleh Muhammad Ali Basya dengan
bantuan para pengajar dari Eropa dan beberapa ulama Mesir. Dan dibangun pula
-sekolah yang didirikan oleh Khudhawi Ismail, yang merupakan sekolah bahasa
Arab yang sangat besar, sedangkan sekolah sastra yaitu sekolah Darul Ulum. maka
dari sekolah-sekolah ini lahirlah ratusan guru, hakim, dan para penulis kitab.
(4) Adanya
utusan kaderisasi ilmu pengetahuan, yaitu Muhammad Ali Basya dan Ismail Basya
kepada sejumlah kerajaan yang ada di Eropa untuk menyampaikan bermacam-macam
ilmu pengetahuan, dan pengutusan tersebut berjalan selama 12 tahun.
(5) Adanya
propaganda dalam pembelajaran bahasa asing, sehingga sistem pengajaran pada
saat itu dengan cara paksa seperti yang ada di Mesir dan Syam dan
sekolah-sekolah negeri, perguruan tinggi dan sekolah-sekolah pusat da’wah. Dari
sanalah banyak di nukil kalimat-kalimat yang berbahasa Perancis kedalam bahasa
Arab. Maka dengan adanya Atsar dari bahasa tersebut, beberapa hasil pemikiran
orang-orang pada waktu itu dapat terbukukan dan menyebar luas hingga mereka
mampu menerjemahkan ribuan kitab dan riwayat, makalah-makalah politik ilmiah
kedalam bahasa Arab. Maka hal tersebut juga dimanfaatkan bagi orang yang tidak
paham dengan bahasa asing sehingga menjadi tahu dengan jelas sastra yang yang
mendalam.
(6) Diterbitkannya
surat kabar Arab yang ada di Mesir Syam dan Konstantinopel. Dan koran pertama
di Arab yaitu Al-Waqoi’Al-Misriyah yang terbit pada tahun 1828. Awalnya
sebagian teks berbahasa Turki, yang kemudian dirancang kembali oleh Syek Hasan
Al-Ithari dan Syek Syihabuddin, sehingga kemudian terpisah antara yang
berbahasa Arab dan Berbahasa Turki dan kemudian pada akhirnya hanya berbahasa
Arab saja kemudian dicetak dengan tulisan Arab Nashi dan Arab Farisi dan terbit
selama tiga kali dalam satu minggu hingga sekarang. Sedangkan koran yang
berbahasa Arab pertama kali terbit di Suriah yaitu Hadiqatul Akbar yang terbit
pada tahun 1808, sedangkan di Konstantinopel pada tahun 1860, yang mana
redakturnya adalah Ahmad Faris. Kemudian terbit koran Suriah resmi pada tahun
1865. Adapun koran yang pertama kali terbit di Mesir setelah Al-Waqai’adalah
Wadi Annaily (koran lama) dan terbit pula koran-koran yang lain seperti
Al-Iskandariyah, Azzaman, Al-Ibtidal, Al-Fallak Wal Ahram, Al-Muqtim, Wal
Muayyad, Wal-Lukluk, Wal-Ilmu, Wal Jaridah dan Syuad.
(7) Adanya
kelompok kelompok ilmuwan dan sastrawan, dan yang paling terkenal pada saat itu
Syek Jamaluddin Al Afghari.
(8) Adanya
kreasi seni berbahasa Arab, pertama kemunculannya di Syam kemudian menyebar ke
Mesir, yang bertujuan untuk memberantas budaya buta seni, dan kelemahan dalam
berbahasa Arab yang pasih dan lancar.
(9) Adanya peraturan
baru di Al-Azhar dan sekolah-sekolah dasar, yang memasukkan materi-materi baru
dari berbagai macam ilmu, atas ide Syek Muhammad Abduh.
Perkembangan
Sastra Arab Modern Di Mesir
Perkembangan puisi pada masa ini, secara
bertahap, mendapat pengaruh dari Eropa Baru, meskipun perubahannya mendapat
tantangan dari para tradisionalis yang ingin tetap menjaga tradisi klasik,
yaitu adanya monoritme dalam puisi Arab. Seperti genre sastra lainnya, puisi
pada masa ini dimulai dengan ekspresi-ekspresi mengenai politik, sosial, dan
budaya. Secara umum gambaran puisi Arab sampai tahun 1920 baik dari segi bentuk
maupun bahasanya masih menggunakan bentuk dan bahasa lama (klasik), sementara
mengenai temanya, masih ada yang menggunakan tema lama, tapi diadaptasi dengan
suasana yang baru, dan ada juga tema-tema yang baru, seperti tema nasionalisme.
Tema nasionalisme ini kadang-kadang menyuarakan tentang Pan Arabisme dan Pan
Islamisme.
Pada masa modern, perkembangan puisi
Arab dapat dibedakan menjadi tiga aliran, meskipun waktunya tidak dapat
ditentukan secara jelas, yaitu:
(1) Aliran al-Muhafidzun, yaitu aliran yang masih memelihara
kaidah puisi Arab secara kuat, misalnya keharusan menggunakan wazan (pola)
dan qafiyah (rima), jumlah katanya sangat banyak, uslub-nya
kuat (gaya atau cara seseorang mengungkapkan dirinya dalam tulisan),
tema-temanya masih mengikuti tema-tema masa sebelumnya, seperti madah (pujian-pujian), ritsa (ratapan), ghazal(percintaan), fakhr (membanggakan
diri atau kelompok), dan adanya perpindahan dari satu topik ke topik yang lain
dalam satu qasidah (ode). Para sastrawan atau penyair yang
masuk ke dalam kategori aliran ini di antaranya adalah Mahmud Sami al-Barudi,
Ahmad Syauqi, Hafidz Ibrahim, dan Ma'ruf ar-Rusafi.
(2) Aliran al-Mujaddidun, yaitu aliran yang muncul karena adanya
peruba han situasi politik, sosial, dan pemikiran, adanya keinginan untuk lepas
dari hal-hal yang berbau tradisional, adanya pengaruh aliran romantik dari
sastrawan-sastrawan Barat, adanya penelitian-penelitian modern tentang jiwa,
yang menjadikan sastra, khususnya puisi sebagai sarana untuk mengungkapkan
perasaan jiwa dan realita dalam masyarakat. Di antara para sastrawan yang masuk
ke dalam aliran ini adalah Khalil Mutran, Abbas al-Aqqad, Abdurrahman Syukri,
Ibrahim Abdul Qadir al-Mazini, al-Tijani Yusuf Basyir, Abu al-Qasim asy-Syabiy,
dan tahir Zamakhsari. Dalam aliran ini terdapat adanya pembaharuan dalam
topiknya, khususnya dalam hal yang menyangkut tentang masyarakat dan kehidupan,
serta kasus-kasus yang terjadi di masyarakat. Adanya pembaharuan dalam
deskripsi dan majaz-nya, adanya pengaruh aliran simbolis dalam
kesusastraan Arab, di mana para sastrawan atau penyair menggunakan
simbol-simbol sebagai sarana pengungkapan perasaan dan pikiran mereka.
(3) Aliran al-Mughaaliinu, yaitu aliran yang mengikuti
aliran sastra yang ada di Eropa setelah Perang Dunia I. Karena itulah, aliran
ini sangat terikat pada situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, serta
pemikiran yang ada pada masyarakat Eropa. Di dunia Arab, pengaruh ini tidak
hanya terdapat dalam satu masa saja, tetapi juga berlanjut dari satu masa ke
masa sesudahnya. Ciri-ciri aliran ini adalah tidak vokal, tapi menggunakan
cara-cara yang pelan-pelan, didominasi oleh deskripsi, tapi ide dan
deskripsinya terkadang tidak jelas. Di antara sastrawan yang termasuk dalam
aliran ini adalah Ibrahim Naji, Badr Syakir Sayyab, Muhammad Mishbah al-Fituri,
Mahmud Darwisy, dan Abdul Wahab al-Bayati.
Selain itu, pengaruh Barat terhadap
kesusastraan Arab modern tidak dapat dibuang begitu saja. Berbagai aliran
sastra seperti Romantisme, Realisme, Surealisme, Simbolisme, Analisis Lirik,
Eksistesialisme, Ekspresionalisme, dan Regionalisme telah begitu berpengaruh
dalam kesusastraan Arab modern dalam tingkat yang berbeda. Pengaruh ini tidak
saja dalam subyek dan isinya, tapi juga dalam bentuk dan gayanya. Dalam puisi
Arab modern, pengaruh ini terlihat dengan sangat jelas. Adanya puisi-puisi
tidak bersajak atau puisi bebas yang digunakan secara luas dalam puisi-puisi
Arab, tidak dapat disangkal lagi merupakan pengaruh dari Barat. Romantisme,
puisi tak bersajak dan puisi bebas ini secara luas telah berpengaruh dan
berkembang dalam kesusastraan Arab.
Pada masa modern, qasidah (ode)
yang monoritme masih terus ditulis, tetapi lebih sedikit dibandingkan dengan
masa-masa sebelumnya. Puisi bebas yang menjadi lebih populer, dengan panjang
yang bervariasi dan rima yang tidak mengikuti pola tertentu. Larik-lariknya
semakin pendek, hingga ada yang hanya menggunakan dua atau tiga suku kata.
Dari segi tema, puisi Arab modern dapat
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
Tema-tema lama yang masih dipakai; Tema-tema
tersebut antara lain: Wasf (deskripsi); kalau pada
masa-masa sebelumnya, tema ini hanya merupakan tema tambahan pada tema-tema
lain, seperti pada puisi ritsa (ratapan) atau madah(pujian),
pada masa modern, tema ini tampaknya lebih banyak berdiri sendiri. Fakhr (membanggakan diri); pada masa-masa sebelumnya tema seperti
ini digunakan untuk menyebut-nyebut keagungan, kemulian atau kedudukan suatu
suku, pada masa modern, tema ini masih tetap digunakan dalam ruang lingkup yang
lebih luas, yaitu untuk melahirkan keagungan suatu bangsa yang bertujuan untuk
membangkitkan semangat perjuangan suatu bangsa dalam melawan penjajahan
asing. Madah (puji-pujian); pada masa moden tema
seperti ini masih mendapat tempat yang luas. Tema ini juga ditujukan kepada
para pejuang kemerdekaan dan kebangsaan. Religius; tema
puisi seperti pada masa modern masih tetap dipertahankan dan digunakan, yang
berisi pujian-pujian terhadap Rasulullah Saw dalam bentuk yang beragam.
Tema-tema yang mengalami sedikit
perubahan; Tema-tema tersebut antara lain: Naqa'id (kritikan);
pada masa-masa sebelumnya tema ini hanya dipakai dalam ruang lingkup pribadi,
misalnya menyangkut masalah kehormatan pribadi, tetapi pada masa modern, tema
seperti ini ruang lingkupnya menjadi berubah, lebih banyak ditujukan
kepada persoalan orang banyak, bahkan kepada persoalan negara. Kepahlawanan; seperti halnya tema
kritikan, tema kepahlawanan yang dulu hanya digunakan untuk menggambarkan
kemegahan diri atau suku. Pada masa ini, tema ini banyak digunakan untuk
mengagungkan sebuah bangsa atau umat. Ritsa (ratapan);
tema ini juga mengalami perubahan, kalau dahulu ratapan digunakan untuk
meratapi kematian seseorang, pada masa modern, tema ini digunakan untuk
meratapi para pejuang yang telah tewas di medan perang, para pemimpin bangsa
yang telah meninggal, bahkan untuk meratapi bangsa atau negara yang telah
hancur.Ghazal (cinta); tema merupakan tema
universal yang ada pada setiap masa. Hanya saja, kalau dahulu tema ini lebih
banyak menggambarkan masalah kecantikan fisik wanita, sedangkan pada masa
modern, sesuai dengan semakin meningkatnya rasa cita masyarakat akibat majunya
zaman, tema ini lebih terfokus pada nyanyian-nyanyian cinta yang melukiskan
gelora perasaan jiwa.
Tema-tema yang muncul pada perkembangan puisi Arab modern, antara
lain: Patriotik; tema yang
berisi tentang rasa cinta dan kasih pada negara, tema tentang kebebasan,
kemerdekaan, dan persatuan. Tema ini bertujuan untuk membakar semangat rakyat,
mencetuskan rasa cinta kepada tanah air dan berkorban segala-galanya untuk
negara. Kemasyarakatan;
tema jenis ini mucul sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu itu yang baru
saja melepaskan diri dari cengkeraman penjajah, masalah kemiskinan, buta huruf,
anak yatim, anak terlantar, dan kaum wanita, menjadi masalah yang tidak dapat
diabaikan. Masalah ini pula yang menjadi sorotan para penyair pada masa modern
ini. Kejiwaan; tema ini
biasa ditulis oleh para penyair yang pengetahuannya banyak dipengaruhi oleh
kebudayaan Barat dan para penyair yang tinggal diperantauan. Isi puisi dari
tema ini adalah tentang rintihan dan keluhan jiwa, penderitaan dan
kesengsaraan, harapan, dan cita-cita. Puisi drama; bentuk ini merupakan sebuah tema baru yang juga
dianggap sebagai sebuah genre baru dalam kesusastraan Arab. Bentuk ini
merupakan drama yang dibuat secara puitis.
Sementara itu, dilihat dari segi
bentuknya, terdapat para penyair yang masih tetap menggunakan metrum secara
keseluruhan, ada penyair yang menggunakan bentuk puisi Andalusia, yaitu Muwashshah,
dan ada pula yang menggunakan bentuk bebas, tanpa terikat pada metrum.
Penyair-penyair Mesir yang populer pada masa ini
adalah Abbas al-Aqqad, Ibrahim al-Mazini, dan Abdurahman Syukri, yang dikenal
pada tahun 1920-1930-an dengan nama "Kelompok Diwan".
Kemudian, Ahmad Zaki Abu Shadi (1892-1955) yang dikenal sebagai tokoh aliran Romantik.
Tokoh-Tokoh
Sastra Arab Modern di Mesir.
Mesir
telah banyak melahirkan sastrawan terkenal yang telah menumbuh kembali kejaan
kesastraan arab yang telah tenggelam di masa Turki Usmani. Diantaranya adalah :
Mustafa Lutfi Al-Manfaluti
(1876-1924), sastrawan dan ulama dari al-Azhar yang sudah amat dikenal di
Indonesia, dapat digolongkan sebagai pengarang cerita-cerita pendek bergaya
semi-klasik semi -modern. Ia, yang juga banyak menerjemahkan, sedikit banyak
terpengaruh karya-karya pengarang Perancis abad yang lalu.
Dalam perkembangan
selanjutnya penerjemahan tidak hanya terbatas pada karya sastra Perancis,
tetapi sudah meluas ke kawasan Eropa lainnya, terutama Inggris, Rusia, dan
Jerman dengan prinsip mengutamakan terjemahan langsung dari bahasa asal, Mahmud Taimur (1894-1973) adalah Pengarang-pengarang
cerita pendek, ia juga pengarang dan seniman yang menjadi kebanggan Mesir.
Kritik-kritiknya sangat diperhatikan para ahli. Karya-karya Mahmud Taimur sudah
banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Selain itu ada juga seperti Thaha Husen, Taufik Al-Hakim, Yahya Haqqi, Naguib Mahfudz, Abdurrahnan Syukri,
Abbas Mahmud, Al-Aqqad, Al-Maziny, Muhammad husain haekal, Ahmad Zaki Abu Shadi dan masih banyak tokoh lainnya yang belum
tertera di makalah ini dalam makalah ini.
Daftar Pustaka
Achmad
Atho’illah Fathoni. 2007. Leksikon Sastra Arab Modren-Biografi dan Karyanya. Data
Media; Yogyakarta.
Adab
‘Thaqafiyyat’. Volume I No. 01, Juli-Desember 2000
Al-Hāsyimi,
Sayyid Ahmad. 1965. Jawāhir al-Adab. Mesir: Dār al-Fikr al-’Arabi.
Cetakan ke-26
Gufron,
Muhammad. 1979. Kesusastraan Arab Modern. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Syauki
Dhoif. 2004. Al-Adab Al-Mana’shir fi Misry. Darul Ma’arif: Mesir.
Tasnimah,
Tatik Maryatut. 2000. Fenomena Kritik Sastra Arab. Yogyakarta: Jurnal
Fakultas
0 comments:
Post a Comment