Sunday, 23 June 2013

Perkembangan Kesusastraan Arab di Mesir Era Modern

Oleh : Zahrul Fadhi Johan



Latar Belakang Kemunculan Sastra Arab Mesir Modern

Sejarah kesusastraan Arab telah mengalami perjalanan yang begitu panjang dari masa kemasa diawali pada masa Jahili, masa Islam, masa dinasati Muawiyah, Abasiah, masa dinasti Ustmani, dan masa moderen hingga sekarang. Dalam setiap periode perkembangan tersebut, sastra Arab mengalami inovasi yang membedakannya dengan periode lainnya. Pada masa Abbasiah merupakan masa ke emasan sastra Arab, dan mengalami kemunduran saat masa Turki Usmani sampai Pada fase nahdah permulaan fase ini sejak pemerintahan Muhammad Ali di Mesir setelah kolonialisasi Francis berakhir pada 1801.

Sebagaimana diketahui bahwa sastra Arab pernah mengalami kevakuman atau tidak mengalami perkembangan yang signifikan pada masa Turki Usmani yang menguasai kawasan Arab dan sebagian besar dunia Islam lainnya. Tidak berkembangnya sastra Arab di masa itu, karena adanya politik penguasa Turki Usmani yang tidak terlalu menaruh perhatian terhadap segala hal yang berkaitan dengan Arab yang menjadi wilayah kekuasaannya. Sebagai penguasa, Turki Usmani menerapkan kebijakan Turkinisasi atau menanamkan pengaruh Turki di setiap wilayah kekuasaannya, seperti bahasa Turki, tradisi Turki dan lain sebagainya. Hal ini berakibat pada bahasa dan sastra Arab yang cenderung tidak mengalami perkembangan yang berarti.

Setelah beberapa kawasan Arab, seperti Mesir, diambil alih oleh Prancis yang memperkenalkan beragam perlengkapan modern seperti peralatan cetak serta model-model bahasa dan sastra yang baru maka lambat laun sastra Arab kembali menggeliat. Perkembangan sastra Arab mengalami perkembangan yang signifikan setelah hengkangnya Prancis dari bumi piramida pada tahun 1801 dan disusul dengan naiknya Muhammad Ali sebagai penguasa Mesir. Karena perhatian Ali yang cukup besar terhadap ilmu pengetahuan, maka ia mengirimkan duta-duta Mesir untuk menimba beragam  ilmu pengetahuan di  berbagai negara Eropa seperti Prancis, Inggris dan Italia. Sekembalinya para pelajar tersebut ke Mesir, maka dimulailah beragam inovasi terhadap aneka ilmu pengetahuan yang termasuk di dalamnya sastra Arab.

Dari sini geliat kebangkitan sastra Arab semakin menampakkan eksistensinya yang merupakan perpaduan dari proses panjang asimilasi dengan berbagai kebudayaan seperti Prancis dan Inggris (assimilation), penerjemahan beragam karya asing (translation), peniruan berbagai naskah asing (imitation) yang dilakukan oleh beragam pihak yang berkecimpung dalam dunia sastra Arab.Sejarah sastra Arab kemudian mencatat orang-orang seperti al-Barudi, Ahmad Syauqi dan Hafidz Ibrahim sebagai orang-orang pertama yang memperkenalkan inovasi-inovasi dalam sastra Arab. Tokoh-tokoh ini kemudian disebut sebagai pengusung aliran pertama dalam sastra Arab modern yang dikenal dengan nama Neo-Klasik. Kemunculan aliran ini menandai dimulainya sastra Arab berada dalam fase moderennya, disebabkan karena adanya beragam pengaruh dari luar sebagai hasil interaksi dengan banyak budaya dan tradisi, baik yang datang secara langsung karena penjajahan maupun yang dibawa oleh para duta Mesir yang menimba ilmu pengetahuan di Eropa.

Meskipun demikian, beragam inovasi yang dimunculkan oleh para pengusung Neo-Klasik ternyata tidak sepenuhnya melepaskan mereka dari ikatan tradisi terhadap karya-karya pendahulu dalam penggubahan puisi, terutama dalam aspek metode (uslūb) dan bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, sebagai kritikan terhadap Neo-Klasik maka muncul aliran sastra Arab modern baru yang kemudian dikenal sebagai Diwān.

Faktor Pendorong Kebangkitan Sastra Arab Modern di Mesir

Kebangkitan Sastra di Mesir pada abad modern diawali dengan berkembangnya aliran sastra yang kemudian dikenal dengan aliran konservatif (Tayyaral Muhafidzin), yaitu aliran yang merekonstruksi ruang lingkup sastra dengan tetap merevivalisasi sastra klasik serta mengembangkan tema sastra sesuai dengan kondisi kekinian. Pelopor aliran ini adalah Mahmud Samial Barudi(1838 1904). Pembaharuan yang dilakukan Barudi bukan melakukan sweeping atau menyapu bersih kaidah kaidah sastraklasik, seperti qowafi (rhyme) dan wazan(ritme). Oleh karena itu aliran ini disebut muhafidziin karena mereka tetap menjaga parameter sastra yang diwariskan secara turun-temurun dari sastrawan sastrawan klasik.

Namun, pembaharuan Barudi hanya sebatas pembaharuan pada diksi tema yang dikaitkan dengan kondisi pada zamannya atau hasil dari interaksi langsung dengan sosial budaya masyarakat pada waktu itu. Terlepas dari hal tersebut, kebangkitan sastra arab itu sendiri diawali oleh beberapa faktor lainnya, faktor yang sangat berpengaruh atas kebangkitan sastra arab di Mesir diantaranya sebagai berikut :

(1) Bersatunya antara kebudayaan barat dengan kebudayaan timur. Pada awal kurun yang lampau yang diusung pertama kali oleh Napoleon Bonaparte dan pengambilan kekuasaan dari tangan para komunis , dan lain dari pada itu negara bagian timur menjadi tempat bekerja bagi mereka, dan mereka menjadikan bahasa arab sebagai bahasa yang resmi untuk menyebar luaskan beberapa ajaran dan sastra. Adapun beberapa pekerjaan mereka yang ada di Suriah tidak terlepas dari beberapa peninggalan yang ada di Mesir, maka dibangunlah beberapa sekolah dan kebanyakan dari mereka adalah orang orang Syam Nasrani, maka keluarlah beberapa kelompok dari mereka yang mempunyai kelebihan berbahasa Arab dan kemudian mengembangkan keilmuwan dan kesusastraan arab.

(2) Bertambahnya jumlah orientalis di Eropa bagian timur dan usaha mereka terus berlanjut hingga mendapatkan beberapa publikasi Arab dan dicetaklah beberapa buku berbahasa Arab, dan beberapa tulisan perserikatan Asuyah yang membahas tentang berbagai ilmu dan masalah-masalah ketimuran , sehingga bertambahlah tempat mutiara-mutiara ilmu dan sastra.

(3) Dibangunnya sekolah yang bermacam-macam yang didirikan oleh Muhammad Ali Basya dengan bantuan para pengajar dari Eropa dan beberapa ulama Mesir. Dan dibangun pula -sekolah yang didirikan oleh Khudhawi Ismail, yang merupakan sekolah bahasa Arab yang sangat besar, sedangkan sekolah sastra yaitu sekolah Darul Ulum. maka dari sekolah-sekolah ini lahirlah ratusan guru, hakim, dan para penulis kitab.

(4) Adanya utusan kaderisasi ilmu pengetahuan, yaitu Muhammad Ali Basya dan Ismail Basya kepada sejumlah kerajaan yang ada di Eropa untuk menyampaikan bermacam-macam ilmu pengetahuan, dan pengutusan tersebut berjalan selama 12 tahun.

(5) Adanya propaganda dalam pembelajaran bahasa asing, sehingga sistem pengajaran pada saat itu dengan cara paksa seperti yang ada di Mesir dan Syam dan sekolah-sekolah negeri, perguruan tinggi dan sekolah-sekolah pusat da’wah. Dari sanalah banyak di nukil kalimat-kalimat yang berbahasa Perancis kedalam bahasa Arab. Maka dengan adanya Atsar dari bahasa tersebut, beberapa hasil pemikiran orang-orang pada waktu itu dapat terbukukan dan menyebar luas hingga mereka mampu menerjemahkan ribuan kitab dan riwayat, makalah-makalah politik ilmiah kedalam bahasa Arab. Maka hal tersebut juga dimanfaatkan bagi orang yang tidak paham dengan bahasa asing sehingga menjadi tahu dengan jelas sastra yang yang mendalam.

(6) Diterbitkannya surat kabar Arab yang ada di Mesir Syam dan Konstantinopel. Dan koran pertama di Arab yaitu Al-Waqoi’Al-Misriyah yang terbit pada tahun 1828. Awalnya sebagian teks berbahasa Turki, yang kemudian dirancang kembali oleh Syek Hasan Al-Ithari dan Syek Syihabuddin, sehingga kemudian terpisah antara yang berbahasa Arab dan Berbahasa Turki dan kemudian pada akhirnya hanya berbahasa Arab saja kemudian dicetak dengan tulisan Arab Nashi dan Arab Farisi dan terbit selama tiga kali dalam satu minggu hingga sekarang. Sedangkan koran yang berbahasa Arab pertama kali terbit di Suriah yaitu Hadiqatul Akbar yang terbit pada tahun 1808, sedangkan di Konstantinopel pada tahun 1860, yang mana redakturnya adalah Ahmad Faris. Kemudian terbit koran Suriah resmi pada tahun 1865. Adapun koran yang pertama kali terbit di Mesir setelah Al-Waqai’adalah Wadi Annaily (koran lama) dan terbit pula koran-koran yang lain seperti Al-Iskandariyah, Azzaman, Al-Ibtidal, Al-Fallak Wal Ahram, Al-Muqtim, Wal Muayyad, Wal-Lukluk, Wal-Ilmu, Wal Jaridah dan Syuad.

(7) Adanya kelompok kelompok ilmuwan dan sastrawan, dan yang paling terkenal pada saat itu Syek Jamaluddin Al Afghari.

(8) Adanya kreasi seni berbahasa Arab, pertama kemunculannya di Syam kemudian menyebar ke Mesir, yang bertujuan untuk memberantas budaya buta seni, dan kelemahan dalam berbahasa Arab yang pasih dan lancar.

(9) Adanya peraturan baru di Al-Azhar dan sekolah-sekolah dasar, yang memasukkan materi-materi baru dari berbagai macam ilmu, atas ide Syek Muhammad Abduh.

Perkembangan Sastra Arab Modern Di Mesir

Perkembangan puisi pada masa ini, secara bertahap, mendapat pengaruh dari Eropa Baru, meskipun perubahannya mendapat tantangan dari para tradisionalis yang ingin tetap menjaga tradisi klasik, yaitu adanya monoritme dalam puisi Arab. Seperti genre sastra lainnya, puisi pada masa ini dimulai dengan ekspresi-ekspresi mengenai politik, sosial, dan budaya. Secara umum gambaran puisi Arab sampai tahun 1920 baik dari segi bentuk maupun bahasanya masih menggunakan bentuk dan bahasa lama (klasik), sementara mengenai temanya, masih ada yang menggunakan tema lama, tapi diadaptasi dengan suasana yang baru, dan ada juga tema-tema yang baru, seperti tema nasionalisme. Tema nasionalisme ini kadang-kadang menyuarakan tentang Pan Arabisme dan Pan Islamisme.

Pada masa modern, perkembangan puisi Arab dapat dibedakan menjadi tiga aliran, meskipun waktunya tidak dapat ditentukan secara jelas, yaitu:

(1) Aliran al-Muhafidzunyaitu aliran yang masih memelihara kaidah puisi Arab secara kuat, misalnya keharusan menggunakan wazan (pola) dan qafiyah (rima), jumlah katanya sangat banyak, uslub-nya kuat (gaya atau cara seseorang mengungkapkan dirinya dalam tulisan), tema-temanya masih mengikuti tema-tema masa sebelumnya, seperti madah (pujian-pujian), ritsa (ratapan), ghazal(percintaan), fakhr (membanggakan diri atau kelompok), dan adanya perpindahan dari satu topik ke topik yang lain dalam satu qasidah (ode). Para sastrawan atau penyair yang masuk ke dalam kategori aliran ini di antaranya adalah Mahmud Sami al-Barudi, Ahmad Syauqi, Hafidz Ibrahim, dan Ma'ruf ar-Rusafi.

(2) Aliran al-Mujaddidunyaitu aliran yang muncul karena adanya peruba han situasi politik, sosial, dan pemikiran, adanya keinginan untuk lepas dari hal-hal yang berbau tradisional, adanya pengaruh aliran romantik dari sastrawan-sastrawan Barat, adanya penelitian-penelitian modern tentang jiwa, yang menjadikan sastra, khususnya puisi sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan jiwa dan realita dalam masyarakat. Di antara para sastrawan yang masuk ke dalam aliran ini adalah Khalil Mutran, Abbas al-Aqqad, Abdurrahman Syukri, Ibrahim Abdul Qadir al-Mazini, al-Tijani Yusuf Basyir, Abu al-Qasim asy-Syabiy, dan tahir Zamakhsari. Dalam aliran ini terdapat adanya pembaharuan dalam topiknya, khususnya dalam hal yang menyangkut tentang masyarakat dan kehidupan, serta kasus-kasus yang terjadi di masyarakat. Adanya pembaharuan dalam deskripsi dan majaz-nya, adanya pengaruh aliran simbolis dalam kesusastraan Arab, di mana para sastrawan atau penyair menggunakan simbol-simbol sebagai sarana pengungkapan perasaan dan pikiran mereka.

(3) Aliran al-Mughaaliinu, yaitu aliran yang mengikuti aliran sastra yang ada di Eropa setelah Perang Dunia I. Karena itulah, aliran ini sangat terikat pada situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, serta pemikiran yang ada pada masyarakat Eropa. Di dunia Arab, pengaruh ini tidak hanya terdapat dalam satu masa saja, tetapi juga berlanjut dari satu masa ke masa sesudahnya. Ciri-ciri aliran ini adalah tidak vokal, tapi menggunakan cara-cara yang pelan-pelan, didominasi oleh deskripsi, tapi ide dan deskripsinya terkadang tidak jelas. Di antara sastrawan yang termasuk dalam aliran ini adalah Ibrahim Naji, Badr Syakir Sayyab, Muhammad Mishbah al-Fituri, Mahmud Darwisy, dan Abdul Wahab al-Bayati.

Selain itu, pengaruh Barat terhadap kesusastraan Arab modern tidak dapat dibuang begitu saja. Berbagai aliran sastra seperti Romantisme, Realisme, Surealisme, Simbolisme, Analisis Lirik, Eksistesialisme, Ekspresionalisme, dan Regionalisme telah begitu berpengaruh dalam kesusastraan Arab modern dalam tingkat yang berbeda. Pengaruh ini tidak saja dalam subyek dan isinya, tapi juga dalam bentuk dan gayanya. Dalam puisi Arab modern, pengaruh ini terlihat dengan sangat jelas. Adanya puisi-puisi tidak bersajak atau puisi bebas yang digunakan secara luas dalam puisi-puisi Arab, tidak dapat disangkal lagi merupakan pengaruh dari Barat. Romantisme, puisi tak bersajak dan puisi bebas ini secara luas telah berpengaruh dan berkembang dalam kesusastraan Arab.

Pada masa modern, qasidah (ode) yang monoritme masih terus ditulis, tetapi lebih sedikit dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Puisi bebas yang menjadi lebih populer, dengan panjang yang bervariasi dan rima yang tidak mengikuti pola tertentu. Larik-lariknya semakin pendek, hingga ada yang hanya menggunakan dua atau tiga suku kata.
Dari segi tema, puisi Arab modern dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

Tema-tema lama yang masih dipakai; Tema-tema tersebut antara lain: Wasf (deskripsi); kalau pada masa-masa sebelumnya, tema ini hanya merupakan tema tambahan pada tema-tema lain, seperti pada puisi ritsa (ratapan) atau madah(pujian), pada masa modern, tema ini tampaknya lebih banyak berdiri sendiri. Fakhr (membanggakan diri); pada masa-masa sebelumnya tema seperti ini digunakan untuk menyebut-nyebut keagungan, kemulian atau kedudukan suatu suku, pada masa modern, tema ini masih tetap digunakan dalam ruang lingkup yang lebih luas, yaitu untuk melahirkan keagungan suatu bangsa yang bertujuan untuk membangkitkan semangat perjuangan suatu bangsa dalam melawan penjajahan asing. Madah (puji-pujian); pada masa moden tema seperti ini masih mendapat tempat yang luas. Tema ini juga ditujukan kepada para pejuang kemerdekaan dan kebangsaan. Religius; tema puisi seperti pada masa modern masih tetap dipertahankan dan digunakan, yang berisi pujian-pujian terhadap Rasulullah Saw dalam bentuk yang beragam.

Tema-tema yang mengalami sedikit perubahan; Tema-tema tersebut antara lain: Naqa'id (kritikan); pada masa-masa sebelumnya tema ini hanya dipakai dalam ruang lingkup pribadi, misalnya menyangkut masalah kehormatan pribadi, tetapi pada masa modern, tema seperti ini ruang lingkupnya menjadi berubah, lebih banyak ditujukan kepada persoalan orang banyak, bahkan kepada persoalan negara. Kepahlawanan; seperti halnya tema kritikan, tema kepahlawanan yang dulu hanya digunakan untuk menggambarkan kemegahan diri atau suku. Pada masa ini, tema ini banyak digunakan untuk mengagungkan sebuah bangsa atau umat. Ritsa (ratapan); tema ini juga mengalami perubahan, kalau dahulu ratapan digunakan untuk meratapi kematian seseorang, pada masa modern, tema ini digunakan untuk meratapi para pejuang yang telah tewas di medan perang, para pemimpin bangsa yang telah meninggal, bahkan untuk meratapi bangsa atau negara yang telah hancur.Ghazal (cinta); tema merupakan tema universal yang ada pada setiap masa. Hanya saja, kalau dahulu tema ini lebih banyak menggambarkan masalah kecantikan fisik wanita, sedangkan pada masa modern, sesuai dengan semakin meningkatnya rasa cita masyarakat akibat majunya zaman, tema ini lebih terfokus pada nyanyian-nyanyian cinta yang melukiskan gelora perasaan jiwa.

Tema-tema yang muncul pada perkembangan puisi Arab modern, antara lain: Patriotik; tema yang berisi tentang rasa cinta dan kasih pada negara, tema tentang kebebasan, kemerdekaan, dan persatuan. Tema ini bertujuan untuk membakar semangat rakyat, mencetuskan rasa cinta kepada tanah air dan berkorban segala-galanya untuk negara. Kemasyarakatan; tema jenis ini mucul sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu itu yang baru saja melepaskan diri dari cengkeraman penjajah, masalah kemiskinan, buta huruf, anak yatim, anak terlantar, dan kaum wanita, menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan. Masalah ini pula yang menjadi sorotan para penyair pada masa modern ini. Kejiwaan; tema ini biasa ditulis oleh para penyair yang pengetahuannya banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Barat dan para penyair yang tinggal diperantauan. Isi puisi dari tema ini adalah tentang rintihan dan keluhan jiwa, penderitaan dan kesengsaraan, harapan, dan cita-cita. Puisi drama; bentuk ini merupakan sebuah tema baru yang juga dianggap sebagai sebuah genre baru dalam kesusastraan Arab. Bentuk ini merupakan drama yang dibuat secara puitis.

Sementara itu, dilihat dari segi bentuknya, terdapat para penyair yang masih tetap menggunakan metrum secara keseluruhan, ada penyair yang menggunakan bentuk puisi Andalusia, yaitu Muwashshah, dan ada pula yang menggunakan bentuk bebas, tanpa terikat pada metrum. Penyair-penyair Mesir yang populer pada masa ini adalah Abbas al-Aqqad, Ibrahim al-Mazini, dan Abdurahman Syukri, yang dikenal pada tahun 1920-1930-an dengan nama "Kelompok Diwan". Kemudian, Ahmad Zaki Abu Shadi (1892-1955) yang dikenal sebagai tokoh aliran Romantik.

Tokoh-Tokoh Sastra Arab Modern di Mesir.

Mesir telah banyak melahirkan sastrawan terkenal yang telah menumbuh kembali kejaan kesastraan arab yang telah tenggelam di masa Turki Usmani. Diantaranya adalah : Mustafa Lutfi Al-Manfaluti (1876-1924), sastrawan dan ulama dari al-Azhar yang sudah amat dikenal di Indonesia, dapat digolongkan sebagai pengarang cerita-cerita pendek bergaya semi-klasik semi -modern. Ia, yang juga banyak menerjemahkan, sedikit banyak terpengaruh karya-karya pengarang Perancis abad yang lalu.

Dalam perkembangan selanjutnya penerjemahan tidak hanya terbatas pada karya sastra Perancis, tetapi sudah meluas ke kawasan Eropa lainnya, terutama Inggris, Rusia, dan Jerman dengan prinsip mengutamakan terjemahan langsung dari bahasa asal, Mahmud Taimur (1894-1973) adalah Pengarang-pengarang cerita pendek, ia juga pengarang dan seniman yang menjadi kebanggan Mesir. Kritik-kritiknya sangat diperhatikan para ahli. Karya-karya Mahmud Taimur sudah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Selain itu ada juga seperti Thaha Husen, Taufik Al-Hakim, Yahya Haqqi, Naguib Mahfudz, Abdurrahnan Syukri, Abbas Mahmud, Al-Aqqad, Al-Maziny, Muhammad husain haekal, Ahmad Zaki Abu Shadi  dan masih banyak tokoh lainnya yang belum tertera di makalah ini dalam makalah ini. 

Daftar Pustaka
Achmad Atho’illah Fathoni. 2007. Leksikon Sastra Arab Modren-Biografi dan Karyanya. Data Media; Yogyakarta.
Adab  ‘Thaqafiyyat’. Volume I No. 01, Juli-Desember 2000
Al-Hāsyimi, Sayyid Ahmad. 1965. Jawāhir al-Adab. Mesir:  Dār al-Fikr al-’Arabi. Cetakan ke-26
Gufron, Muhammad. 1979. Kesusastraan Arab Modern. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Syauki Dhoif. 2004. Al-Adab Al-Mana’shir fi Misry. Darul Ma’arif: Mesir.
Tasnimah, Tatik Maryatut. 2000. Fenomena Kritik Sastra Arab. Yogyakarta:  Jurnal Fakultas

0 comments: