Oleh : Zahrul Fadhi Johan
1.
Madrasah Basrah
a.
Latar Belakang
Lahirnya Mazhab Basrah.
Basrah
adalah sebuah kota yang berada di teluk Arab dan muara sungai yang sangat mudah
diakses sebagai pusat perdagangan yang merupakan jalur transportasi laut.
Sebutan Basrah bermula dari penaklukan Persia oleh Umar bin Khatab, sehingga
Umar bin Khatab menyebutnya dengan nama Basrah. Penyebutan nama Basrah berawal
dari Atbah yang mengatakan “aku telah menemukan sebuah wilayah yang dipenuhi
oleh batu-batu hitam yang mempunyai sungai yang bermuara di teluk”. Lalu Umar
bin Khatab berkata “ ini adalah tanah Basrah (tanah yang subur) yang sekarang
dikenal dengan nama Irak.
Moyoritas
penduduk Basrah adalah Muslim suku Badui, ketika negeri Basrah telah bercampur
penduduknya antara pribumi (warga asli
Basrah) dengan non pribumi (Ajam) yang hidup layaknya penduduk asli. bahasa
yang digunakan secara resmi pada saat itu adalah Bahasa Arab. Namun karena
adanya percampuran non pribumi dalam negeri itu yang secara otomatis
mengakibatkan adanya kerusakan dalam susunan tata bahasa. Sebagai contoh dalam
satu riwayat disebutkan bahwa Abu Aswad Ad-Dhuali sebagai pecinta dan pemerhati
bahasa yang tinggal di negeri Basrah pernah menemukan seorang Qari sedang
mentilawahkan Al-Quran, ketika itu Qari tersebut membaca kata “rasulih” yang
terdapat dalam ayat “inallaha bariiun
minalmusyrikiin wa rasuuluhu” dengan berbaris bawah (kasrah) dengan maksud
menghtafkannya kepada kata “ al-musrikiin”. Banyak pula ia mendengar kesalahan
yang dibaca oleh masyarakat pada waktu itu dalam berbicara, sehingga timbul
kekhwatirannya akan rusaknya estetika gramatikal bahasa Arab dari wujud
aslinya. Sehingga pada saat itu ia pergi mengadukan hal tersebut kepada Saidina
Ali Ra.
Setelah
Abu Aswad mengadu kepada Ali, saat itulah muncul ide untuk menyusun kaidah dan
dasar ilmu nahwu dan didasar pula atas beberapa faktor yang mendorong terhadap
hal itu. Namun faktor terpenting yang menyebabkan lahirnya ilmu nahwu adalah
keinginan untuk memelihara Al-Quran dari kesalahan dan perubahan yang bisa
menyebabkan kesalahan makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran.
b.
Pendiri
Madrasah Basrah.
Madrasah
Basrah dirintis oleh Anbasah, salah seorang yang disebut-sebut oleh Khalil bin
Ahmad al-Farahidi, sebagai murid dan sahabat abu Aswad yang paling pintar.
Kemudian setelah itu dilanjutkan oleh Maimun al-Qan. Namun Ubaidah mengatakan
bahwa Maimun adalah pelanjut setelah Abu Aswad. Kemudian setelahnya barulah
Anbasah al-Fil, yang kemudian dilanjutkan oleh Abu Ishaq al-Qadramiy. Nashr bin
‘Ashim al-Litsy adalah salah seorang ahli qitaat dan balaghah, diantaranya
muridnya adalah Abu ‘Amr al-Zuhry mengomentari tentang Nashr, dia merupakan
orang yang sungguh dan mahir dalam bahasa Arab. Sedangkan Yahya bin Ya’mar
adalah orang yang sangat dikenal dengan ilmu dan kefasihan bahasanya, ia sangat
dikenal dengan keilmuannya dan bersikap amanah.
c.
Basrah Sebagai
Tempat Lahirnya Ilmu Nahwu.
Faktor-faktor
yang mendukung Basrah sebagai tempat lahirnya ilmu nahwu adalah
-
letak geografis
-
konsensus
masyarakat
-
suuqul mirbab
(pasar tempat penambatan unta)
-
mesjid Basrah.
d.
Masa-masa
pengembanga ilmu nahwu di basrah.
1.
Masa pertama
masa pertama
pembentukan ilmu nahwu di Basrah adalah dua orang tokoh penting yaitu Abu Aswad
Ad-dualy dan Abdurrah bin Harmas.
2.
Masa kedua
Pada masa ini
terdapat empat orang tokoh sebagai ilmuan nahwu yang mengikuti Abu Aswad ad-Dhualy,
diantaranya adalah
-
Yahya bin
Ya’mar al-Udwani al-Laisy
-
Maymun al-Aqran
-
‘Anbasah
al-Fiil
-
Nashir ibn
‘Ashim al-Laisy.
3.
Masa ketiga
Pada masa
ketiga terdapat tiga tokoh, yaitu:
-
Abdullah bin
Ishaq, mengadopsi mazhab abu aswad ad-Dhualy
-
Abu amru bin
‘illa’, mengadopsi pemikiran abu aswad ad-Dhualy.
-
Isa bin Umar as-Syaqafi.
Ia mengombinasi dan menggabungkan mazhab abu Aswad ad-Dhualy dengan ilmuan
bahasa Arab lainnya pada periode kedua dan beliau mengarang kitab Jamik dan
Ikal yang membahas tentang lafadz dan bacaan Arab.
4.
Masa keempat
Masa keempat
merupakan masa yang terpenting dalam pengembangan ilmu nahwu, karena pada masa
ini terdapat dua orang tokoh penting dalam pengembangan ilmu nahwu, yaitu
-
Akhfasi al-Akbar,
beliau yang membuat teori dan definisi nahwu yang berbeda dari bahasa lainnya,
serta pembatasan antara ilmu nahwu dan sharaf.
-
Khalil Ahmad al-Farahidy,
merupakan tokoh yang sangat penting dalam pengembangan ilmu nahwu sehingga ini
merupakan periode keemasan perkembangan ilmu nahwu dan mazhab bahasa Arab.
5.
Masa kelima
Pada masa ini
hanya ada satu tokoh yang muncul yaitu Sibawaih, beliau bernama lengkap ‘Amr
ibn Utsman ibn Qunbar ( 148-140 H/760-795 M). Beliau sangat terkenal karena
mengarang kitab Sibawaehi (al-Kir).
6.
Masa keenam
Pada masa ini
tokoh yang sangat terkenal adalah Abu Hasan Said Mus’adah, pemuda bani Mujasyi
bin Daarim bin Handhilah bin Zaid Manah bin Tamim. Ia dikenal dengan sebutan
Akhfas karena merupakan sahabat dekat Sibawaih.
7.
Masa ketujuh
Masa ini
terdapat seorang tokoh nahwu yaitu abu Umar Shalih bin Ishak al-Bajli.
8.
Masa kedelapan
Masa ini
merupakan masa terakhir tokoh pada masa ini adalah Abu Abbas Muhammad bin Yazid
Abdul Akbar bin Amir bin Salim bin Said bin Abdullah bin Yazid bin Malik bin
Hariz bin Amir bin Abdullah bin Bilal bin Auf bin Aslam bin Ahjan bin Ka’ab,
ulama memandangnya orang yang berperang dengan sastra, banyak hafalan,
penjelasan terarah, serta sistemasis dengan bahasanya yang fasih.
2.
Madrasah Kufah
a.
Latar Belakang
Lahirnya Kufah Sebagai Aliran Ilmu Nahwu.
Ilmu
nahwu di Kufah berlangsung sekitar seabad setelah Basrah. Kajian ilmu nahwu
sangat berhubungan dengan tempat, suku dan kehidupan didalamnya. Dari sudut
geografis, Kufah merupakan jalur perdagangan dan tempat pergantian kebudayaan.
Kareakter kehidupannya adalah militer sehingga sebagian dari mereka adalah
apara imigran yang berasal dari ahli qiraah, ahli figh dan para penyair. Adapu
para ahli qiraah ada tiga dari tujuh ahli qiraah yang terkenal yaitu Aaim bin
Abi al- Nujud, Hamzah bin abi al-Ziyad dan Hamzah al-Khisa’i. Mereka adalah
ahli qira’ah al-Quran, hadis nabawi, ushul figh, dan pengajaran ayat-ayat
makham. Sedangkan para pemuda disamping meriwayatkan syair juga belajar sastra.
Ketika
para intelektual Basrah sedang mengalami masa kemunduran dalam kajian bahasa
dan nahwu, Kufah justru bergeliat dalam pengembangan kajian agama, periwayatan
syair dan sastra pada saat itu pula muncul nama al-Kisa’ sebagai tokoh penting
dalam lahirnya aliran ilmu nahwu Kufah yang juga dikembangkan oleh muridnya
Yahya bin Ziyad al-Fira’.
b.
Periodesasi
dalam aliran Kufah
Terdapat lima
generasi pada madrasah Kufah, diantaranya adalah
1.
Generasi
pertama
Pada generasi
ini kajian nahwu masih masih menggunakan model kajian aliran Basrah. Belum ada
pendapat yang dapat diperhitungkan sebagai pendapat dari ulama Kufah. Tokoh
pada generasi ini yaitu
-
Mu’az
al-Farra’i bernama lengkap Abu Muslim Mu’az Ibn Muslim al-Farra’i, tinggal di
Kufah dan mendalami ilmu nahwu bersama anak dari saudaranya yaitu al-Ru’sai dan
menyebarkan prinsip-prinsip nahwu aliran Basrah, ia adalah orang pertama yang
menyusun buku tentang ta’rif.
-
Al-Ru’asi,
bernama lengkap abu Ja’far Muhammad Ibn al-Hasan. Beliau di juluki al-Ru’asi
karena mempunyai kepala yang besar. Ia mengarang kitab nahwu al-Faial, yaitu
kitab pertama kali muncul yang membahas tentang study nahwu aliran kufah.
2.
Generasi kedua
Karakter pada
periode ini menggunakan siasat dalam meraih atau mengembangkan pengetahuaannya
dengan membaca kitab sibawaih secara sembunyi-sembunyi, berdiskusi dengan para
tokoh aliran Basrah. Tokohnya adalah al-Kisa’i, beliau bernama lengkap Abu
Hasan Ali bin Hamzah, berkebangsaan Persia. Sedangkan al-Kisa’i merupakan
julukan yang diberikan kepadanya. Julukan tersebu diperoleh karena beliau
pernah menghadiri sebuah forum Hamzah ibn Habib al-Ziyad dengan menggunakan
baju yang hitam dan mahal. Ia dilahirkan di kufah pada tahun 119 H dan wafat
pada tahun 189 H dalam perjalan menuju Tus (sebuah wilyah di Persia).
3.
Generasi ketiga
Karakter
generasi ini adalah semakin maraknya penulisan baik dalam ilmu agama maupun
ilmu bahasa dan mulai otonomnya ilmu sharaf. Masa ini pula mulai kosentrasi
penulisan tentang nahwu secara terpisah dari sharaf. Perhatian khusus terhadap
kesalahan lisan secara umum dan upaya memeperbaikinya. Merebaknya perdebatan
antarakelompok Basrah dan Kufah serta lahirnya istillah nahu Kufah.
Diantaratokohnya adalah
-
Al-Amar (w 194
H)
-
Al- Farrai’
(144-207 H)
-
Hisyam al-Arir
(w 209 H)
-
Al- Lihyani (w
220 H)
4.
Generasi
keempat
Karakter
generasi ini pada umumnya tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya
(ketiga), hanya sudah mulai berkurang kegiatan menyusun karangan sampai batas
tertentu. Tidak muncul pendapat-pendapat khas pada bidang nahu dan sharf pada
generasi ini karena sebagian besar generasi tersebut mempertimbangkan
pendapat-pendapat ahli nahu kufah sebelumnya. Tokoh-tokoh pada periode ini
adalah
-
Ibnu Sa’dan
(161-231 H)
-
Al- Huwal (w
234 H)
-
Ibnu Qadim (w
251 H)
5.
Generasi kelima
Karakter pada
generasi ini adalah pengetahuan yang beraneka ragam seperti nahwu, bahasa dan
balaghah. Selain itu juga banyak penulisan karya dari berbagai ilmu
pengetahuan. Salah satu tokohnya adalah Sa’lab,
beliau lahir pada tahu 200 H bernama lengkap Abu al-Abbas Ahmad ibn Yahya ibn
Yazid, tetapi terkenal dengan Sa’lab, beliau berkebangsaan Persia, namun lahir
dan tumbuh di Bagdad. Sejak kecil beliau sudah mempelajari berbagai ilmu :
membaca, menulis, menghafal al-Quran dan syair Arab. Diantara karnya adalah Majalis Sa’lab, al-faraih, Qawaidul
al-Syi’ri, Ikhtilafu al-Nahwiyiin, maa ya’arifu wa maa laa yan’arif.
3.
Madrasah Bagdad
a.
Latar Belakang
Lahirnya Madrasah Bagdad.
Setelah
kota bagdad dibangun oleh Abu Ja’far al-Manshur, para ulama dengan berbagai
keahlian mulai tertarik datang ke Bagdad. Hal yang membuat para ulama menarik
datang ke Bagdad diantaranya adalah kondisi geografis yang nyaman, kehidupan
yang lebih menjanjikan dan kedekatan dengan penguasa. Ulama yang datang ke kota
Bagdad adalah al-Kisa’i atas undangan khalifah al-Mahdi, al-Kisa’mengajar putra
al-Mahdi sehingga beliau menetap disana dan setelah itu ketika khalifah Harun
al-Rasyid menjadi khalifah al-kisa’i diminta untuk mengajarkan putranya al-Amin
dan al-Makmun.
Setelah
al-Kisa’i lanjut usia, khalifah al-rasyid memintanya untuk mencari penggantinya
lalu dipilihlah sahabatnya Ali ibn al-Mubaraq al-Ahmar. Setelah keduanya
datanglah Yahya bin Ziyad al-Farra’ yang diminta oleh khalifah al-Makmun untuk
mengajar kedua putranya. Ulama-ulama mazhab kufah mudah diterima oleh
masyarakat bagdad disebabkan Bagdag pada saat itu adalah kotaraja, bukan kota
ilmu. Orang-orang Bagdad lebih memikirkan urusan kekuasaan, melayani para raja
dan pejabat dan enggan bersusah payah mencari ilmu. Dengan demikian, wajarlah
mazhab kufah langsung diterima tanpa ada yang menandinginya.
b.
Pertemuan
Antara Basrah dan Kufah di Bagdad.
Mendengar
kehidupan yang nyaman di Bagdad, ulama-ulama Basrah juga ingin merasakan
kehidupan di Bagdad. Pada awalnya datang al-Mubarrad ke Bagdad, namun usahanya
dihalangi oleh abu al-abbasa’lab bersama kawan-kawannya. Perseruaan ini
dimenangkan oleh al-Mubarrad, ia lalu mendirikan majles sendiri di mesjid Kufah
bahkan ia berhasil menarik perhatian kawan-kawan Sa’lab untuk pindah ke
majlisnya, diantaranya Abu Ishaq al –Zajjad dan Abu Ali al-Dainury. Dengan
demikian di Bagdad telah muncul aliran yaitu aliran Basrah yang dipimpin oleh
al-Mubarrad dan aliran kufah yang dipimpin oleh Sa’lab.
Kedua
mazhab tersebut terlibat dalam perdebatan sengit, masing-masing memiliki
pendukung dan pengikut fanatik, saling mengajukan argumen demi menjatuhkan
lawannya. Akibatnya, banyak terjadi perdebatan antara dua mazhab ini dan
masing-masing saling membagakan diri. Keadaan seperti ini menyebabkan para
pejabat memiliki kecenderungan kuat dalam permasalahan bahasa kepada
pendapat-pendapat yang paling kuat dari kedua mazhab.
Sekitar
pertengahan abad ketiga hijriah muncullah keprihatinan dari sekelompok ulama
akan peperangan yang terjadi antara kedua mazhab yaitu Basrah dan Kufah,
kemudian mereka mencoba menyatukan kedua kubu yang berseteru dengan jalan
mempelajari kedua mazhab ini secara mendalam, kemudian merekan merintis mazhab
baru yang berpedoman kepada pendapat-pendapat pilihan dari dua mazhab tersebut.
Dengan demikian lahirlah mazhab yaitu mazhab Bagdad.
Meskipun
mazhab Bagdad telah ada, namun di dalamnya masih terdapat fanatisme kepada
kedua mazhab pendahulu, yaitu Basrah dan Kufah. Maka di dalam mazhab Bagdad
yang masih muda ini, terdapat kelompok-kelompok dengan kecenderungan berbeda
meskipun tetap bernaung pada satu mazhab. Kelompok pertama adalah para ahli
nahwu yang mula-mula belajar kepada ulama Kufah kemudian mempelajari nahwu
mazhab Basrah. Meskipun kelompok ini menyebut dirinya sebagai mazhab Bagdad,
namun kecenderungannya masih kuat mendukung mazhab kufah. Kelompok kedua adalah
para ahli para ahli nahwu yang mula-mula belajar kepada ulama nahwu mazhab
Basrah, lalu mempelajari pula nahwu mazhab Kufah, ada pula yang mula-mula
mempelajari mazhab Kufah dan baru belajar mazhab Basrah, akan tetapi setelah
melebur menjadi mazhab Bagdad, kecenderungan kelompok ini adalah mendukung
mazhab Basrah.
c.
Ulama Mazhab
Bagdad.
Pada
dasarnya ulama mazhab dibagi menjadi dua, yaitu al-Muttaqamin dan ulam
al-Mutakhirin.
1.
Ulama
al-Muttaqamin terbagi menjadi dua kelompok yaitu
-
Fariqul awal
adalah ulama dengan kecenderungan pada mazhab Kufah
-
Fariqul tsani
adlah ulama dengan kecenderungan pada mazhab Basrah.
2.
Ulama
al-Muta’akhirin, diantaranya adalah
-
As-Sairafi
-
Ibnu khaluwiyah
-
Abu Ali
al-Farisi
-
Al-Rumani.
4.
Madrasah Misr ( Mazhab Mesir).
a.
Latar Belakang
Lahirnya Mazhab Mesir.
Kondisi
perkembangan bahasa Arab di Mesir berbeda dengan wilayah lain. Pada saat bahas
Arab masuk, sudah ada bahasa asli penduduk Mesir, yaitu bahasa Qibtiy. Sehingga
untuk menjadi bahasa resmi, bahasa Arab harus berjuang keras mengalahkan bahasa
Qibtiy. Pergaulatan antara kedua bahasa ini kemudian dimenangkan oleh bahasa
Arab. Kemenangan bahasa Arab disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1.
Orang-orang
islam tidak mengangkat orang non-muslim menjadi pegawai pemerintahan, sehingga
oranr-orang Qibtiy harus masuk islam dan belajar bahasa Arab.
2.
Orang-orang
non-muslim harus membayar jizyah untuk biaya perang, operasional dan keamanan
negara, sehingga mereka memilih untuk masuk islam.
3.
Orang-orang
Arab banyak bermigrasi ke Mesir dan bersosialisasi dengan orang-orang Qibtiy.
4.
Banyak ulama
datang ke Mesir membawa dakwah islam.
5.
Para pemikir
Qibtiy mulai merasakan kekacauan diantara pemeluk agama nasrani, sehingga
mereka mulai bernaung dibawah perdamaian islam.
Pada
abad 5 H, bahasa Arab sudah menjadi bahasa percakapan dan komunikasi di semua
lapisan masyarakat. Perkembangan bahasa Arab di Mesir seperti negara-negara
lain, diawali dengan perkembangan ilmu-ilmu agama islam terlebih dahulu.
Studi
bahasa baru bekembang di Mesir setelah di Irak sudah sempuran dan matang, dari kota
Basrah, Kufah dan Bagdad. Irak lebih unggul dibandingkan Mesir karena posisi
Iraq yang lebih strategis. Pada saat aliran-aliran nahwu di Basrah, Kufah dan Bagdad sudah matang bahkan terjadi persaingan dan
para tokoh-tokohnya berselisih paham, Mesir masih dalam penaklukan islam,
sehingga Mesir masih fokus dengan keamanan negara.
Para
ulama Mesir saat itu masih belajar ilmu syariat dan hukum-hukum agama. Setelah
itu Mesir baru belajar ilmu nahwu di Iraq. Tokoh Mesir yang belajar nahwu di
Iraq adalah al-Walid bin Muhammad al-Tamimiy yang lebih dikenal dengan nama
walad. Beliau belajar ke Basrah dan bertemu dengan al-Mahlabiy yang merupakan
murid al-Khalil bin Ahmad bin Ja’far ad-Dainuri. Sedangkan ad-Dainury belajar
pada al-Maziniy dari buku-buku karya sibawih, kemudian membaca karya
al-Mubarrid di Bagdad sampai meninggal di Mesir.
b.
Tokoh –Tokoh
Nahwu di Mesir.
Tokoh-tokoh
nahwu di Mesir dapat dikatagorikan dalam sepuluh generasi,kesepuluh genersai
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Generasi
pertama
-
Walad at-Tamimy
al-Musadriy
-
Mahmud bin
Hasan
-
Abdul Hasan
al-Aa’z
2.
Generasi kedua
-
Ad-Dainury
-
Ibnul Mazra’
-
Abul Husain bin
Walad
3.
Generasi ketiga
-
Kura’an an-Naml
-
Abdul Qasam bin
Walad
-
Abul Abbas bin
Walad
-
Abu Ja’far
an-Nuhas
-
Al-Kindi
-
‘Alan
4.
Generasi
keempat
-
Al-Idfawiy
-
Al-Haufiy
-
Ibnu Bibsyaz
-
Ibnu Barkat
-
Ibnu Barry
5.
Generasi kelima
-
Al-Bulty
-
Ad-Daqiqiy
-
Ibnu Mu’ti
-
Ibnu Hajib
-
As-Sykawiy
6.
Generasi keenam
-
Ibnu an-Nuhas
-
Abu Hayan
al-Andalus
-
Al-Muradiy
-
Ibnu Hisyam
-
Ibnu ‘Aqil
-
Ibnu as-Saig
-
Nazir al-Jaisy
7.
Generasi
ketujuh
-
Ibnu Jama’ah
-
Ad-Damaminiy
-
Asy-Syamna
-
Al-Kafijiy
8.
Generasi
kedelapan
-
Khalid
al-Azhariy
-
As-Suyutiy
-
Al-Asyimuniy
-
Ibnu Qasim
al-‘lbadiy
9.
Generasi
kesembilan
-
Asy-syanwaniy
-
Ad-Dunusyiriy
-
Yasin
al-‘Alimiy
-
Al- Hifniy
-
As- Saban
10.
Generasi
kesepuluh
-
Ad-Dasuqiy
-
Al-‘Atar
-
Quwaidir
-
Al-Khudariy dan
-
Al-Ibyariy
4 comments:
Artikelnya detil sekali, terima kasih, semoga banyak bermanfaat.
artikel yang juga menarik tentang bahasa arab: manfaat belajar bahasa arab
kalau boleh tahu, referensi atau rujukannya dari buku dan kitab apa saja ya? terima kasih.
artikel ini ringkasan dari dua buku yang ada pada gambar. semoga bermanfaat
Maaf saya mau nanya, aliran2 ilmu nahwu apakah sama dengan aliran ilmu shorof? Terimakasih��
Post a Comment