Oleh
: Zahrul Fadhi Johan
Hasan Al Basri bernama lengkap Abu Sa'id Al Hasan
bin Yasar, dilahirkan oleh seorang perempuan yang bernama Khairah, dan
ayahnya bernama Yasar, budak Zaid bin Tsabit, tepatnya pada tahun 21 H di kota
Madinah setahun setelah perang shiffin. Ada sumber lain yang mengatakan bahwa
beliau lahir dua tahun sebelum berakhirnya masa pemerintahan Khalifah Umar bin
Khattab.
Sejak kecil Hasan Al Basri sudah dalam naungan
Ummu Salamah, bahkan ketika ibunya menghabiskan masa nifasnya, Ummu Salamah
meminta untuk tinggal di rumahnya. Nama Hasan Al Basri merupakan pemberian dari
Ummu Salamah. Ummu Salamah dikenal sebagai seorang perempuan Arab yang memiliki
budi pekerti luhur dan teguh pendirian.
Para ahli sejarah menguraikan bahwa Ummu Salamah
adalah perempuan yang sangat cerdas diantara para istri-istri Rasullah SAW
lainnya. Seiring semakin akrabnya hubungan Hasan Al Basri dengan keluarga Nabi,
beliau berkesempatan untuk mengambil suri tauladan kepada keluarga Rasullulah
SAW serta menimba ilmu bersama para sahabat di masjid Nabawy.
Ketika menginjak umur 14 tahun, Hasan Al Basri
pindah ke kota Basrah (Iraq), disanalah beliau mulai dipanggil dengan sebutan
Hasan Al Basri. Kota Basrah saat itu terkenal sebagi kota ilmu dalam daulah
Islamiyyah, banyak dari kalangan sahabat dan tabi'in yang singgah di kota ini.
Sehingga kota Basrah ramai pendatang berdatangan untuk menimba ilmu kepada
Hasan Al Basri, hal itu disebabkan karena perkataan serta nasehat beliau dapat
menggugah hati sangpendengar.
Tahun 110 H, tepatnya pada malam jum'at diawal
bulan Rajab Abu Hasan Al Basri menghempas nafas terakhir di usianya yang ke 80
tahun, penduduk Basrah berbela sungkawa dan merasa kehilangan ulama besar yang
berbudi pekerti tinggi, shaleh dan fasih lidahnya, sehingga para penduduk kota
Basrah ikut serta untuk mengantarkan Jasad beliau sampai ke pemakaman.
Perkembangan Sejarah
ajaran tasawuf sangat pesat, berawal dari upaya meniru pola
kehidupan Rasulullah SAW,
baik sebelum menjadi Nabi dan terutama setelah beliau dinobatkan sebagai Rasul oleh
Allah, perilaku Muhammad dijadikan
suri tauladan utama bagi para sahabat yang kemudian berkembang menjadi doktrin
yang bersifat konseptual.
Tasawuf pada
masa Rasullullah merupakan ajaran
umum yang diikuti oleh para sahabat. Menurut catatan sejarah, sahabat nabi yang
pertama sekali melembagakan tasawuf dengan cara mendirikan Madrasah Tasawuf
adalah Huzaifah bin Al Yamani (Mustofa, 1997: 214). Sedangkan imam sufi pertama dalam sejarah islam adalah
Hasan Al Basri (21-110).
Hasan Al Basri merupakan ulama tabi’in, murid
pertama dari Huzaifah bin Al Al Yamani, beliau telah dianggap sebagai tokoh
sentral pemula yang meletakkan dasar metodelogi ilmu tasawuf. Dasar pendirian
yang paling utama adalah Zuhud terhadap kehidupan dunia, sehingga beliau
menolak segala kesenangan dan kenikmatan dunia.
Hasan Al Basri mangumpamakan dunia ini seperti
ular, terasa mulus kalau disentuh tangan, tetapi racunnya dapat mematikan. Oleh
sebab itu, dunia ini harus dijauhi dari kemegahan serta kenikmatan dunia harus
dikesampingkan. Kehidipan dunia bisa membuat manusia berpaling dari kebenaran
dan membuat manusia lalai dan terlena.
Sebagai seorang insan, Hasan Al Basri berkepribadian takwa, wara'
dan zuhud pada kehidupan dunia, jika ditinjau dari kelakuan masyakat khususnya
kalangan atas saat itu, pola hidup mereka menganut konsep hedonisme, suka
berfoya-foya dengan kemewahan. Kezuhudan Hasan Al Basri melekat berdasarkan
ajaran dari para ulama-ulama lainnya pada masa sahabat.
Prinsip kedua ajaran Abu Hasan Al Basri adalah
khauf dan raja', pengertian khauf ialah merasa takut terhadap siksa Allah
karena berbuat dosa dan sering melalaikan perintah-Nya. Merasa kekurangan
dirinya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa was-was, takut, dan
khawatir mendapat murka dari Allah, dengan adanya rasa takut itu pula menjadi
motivasi tersendiri bagi seseorang untuk mempertinggi kualitas dan kadar
pengabdian kepada Allah. Sikap raja' adalah mengharap akan ampunan Allah dan
karunia-NYA.
Oleh karena prinsip-prinsip ajaran ini kemudian
muncullah kehidupan sufistik dalam diri Hasan. Pola pikir retorik yang membuat beliau
mampu membawa umat muslim pada garis kebenaran dalam beragama dan menjadi bahan
rujukan bagi ulama-ulama tasawuf pada masa itu dan masa sesudahnya. Ajaran
tasawuf beliau berpondasi pada Al Qur'an dan Hadist Nabi, untuk itu beliau
termasuk golongan tasawuf Sunni.
0 comments:
Post a Comment