Tuesday 25 June 2013

Aliran-Aliran Ilmu Nahwu

(Sebuah Catatan Ringkasan)

Oleh : Zahrul Fadhi Johan

1.             Madrasah Basrah

a.              Latar Belakang Lahirnya Mazhab Basrah.

Basrah adalah sebuah kota yang berada di teluk Arab dan muara sungai yang sangat mudah diakses sebagai pusat perdagangan yang merupakan jalur transportasi laut. Sebutan Basrah bermula dari penaklukan Persia oleh Umar bin Khatab, sehingga Umar bin Khatab menyebutnya dengan nama Basrah. Penyebutan nama Basrah berawal dari Atbah yang mengatakan “aku telah menemukan sebuah wilayah yang dipenuhi oleh batu-batu hitam yang mempunyai sungai yang bermuara di teluk”. Lalu Umar bin Khatab berkata “ ini adalah tanah Basrah (tanah yang subur) yang sekarang dikenal dengan nama Irak.

Moyoritas penduduk Basrah adalah Muslim suku Badui, ketika negeri Basrah telah bercampur penduduknya antara pribumi  (warga asli Basrah) dengan non pribumi (Ajam) yang hidup layaknya penduduk asli. bahasa yang digunakan secara resmi pada saat itu adalah Bahasa Arab. Namun karena adanya percampuran non pribumi dalam negeri itu yang secara otomatis mengakibatkan adanya kerusakan dalam susunan tata bahasa. Sebagai contoh dalam satu riwayat disebutkan bahwa Abu Aswad Ad-Dhuali sebagai pecinta dan pemerhati bahasa yang tinggal di negeri Basrah pernah menemukan seorang Qari sedang mentilawahkan Al-Quran, ketika itu Qari tersebut membaca kata “rasulih” yang terdapat dalam ayat “inallaha bariiun minalmusyrikiin wa rasuuluhu” dengan berbaris bawah (kasrah) dengan maksud menghtafkannya kepada kata “ al-musrikiin”. Banyak pula ia mendengar kesalahan yang dibaca oleh masyarakat pada waktu itu dalam berbicara, sehingga timbul kekhwatirannya akan rusaknya estetika gramatikal bahasa Arab dari wujud aslinya. Sehingga pada saat itu ia pergi mengadukan hal tersebut kepada Saidina Ali Ra.

Setelah Abu Aswad mengadu kepada Ali, saat itulah muncul ide untuk menyusun kaidah dan dasar ilmu nahwu dan didasar pula atas beberapa faktor yang mendorong terhadap hal itu. Namun faktor terpenting yang menyebabkan lahirnya ilmu nahwu adalah keinginan untuk memelihara Al-Quran dari kesalahan dan perubahan yang bisa menyebabkan kesalahan makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran.

b.             Pendiri Madrasah Basrah.

Madrasah Basrah dirintis oleh Anbasah, salah seorang yang disebut-sebut oleh Khalil bin Ahmad al-Farahidi, sebagai murid dan sahabat abu Aswad yang paling pintar. Kemudian setelah itu dilanjutkan oleh Maimun al-Qan. Namun Ubaidah mengatakan bahwa Maimun adalah pelanjut setelah Abu Aswad. Kemudian setelahnya barulah Anbasah al-Fil, yang kemudian dilanjutkan oleh Abu Ishaq al-Qadramiy. Nashr bin ‘Ashim al-Litsy adalah salah seorang ahli qitaat dan balaghah, diantaranya muridnya adalah Abu ‘Amr al-Zuhry mengomentari tentang Nashr, dia merupakan orang yang sungguh dan mahir dalam bahasa Arab. Sedangkan Yahya bin Ya’mar adalah orang yang sangat dikenal dengan ilmu dan kefasihan bahasanya, ia sangat dikenal dengan keilmuannya dan bersikap amanah.

c.              Basrah Sebagai Tempat Lahirnya Ilmu Nahwu.

Faktor-faktor yang mendukung Basrah sebagai tempat lahirnya ilmu nahwu adalah
-          letak geografis
-          konsensus masyarakat
-          suuqul mirbab (pasar tempat penambatan unta)
-          mesjid Basrah.

d.             Masa-masa pengembanga ilmu nahwu di basrah.

1.      Masa pertama
masa pertama pembentukan ilmu nahwu di Basrah adalah dua orang tokoh penting yaitu Abu Aswad Ad-dualy dan Abdurrah bin Harmas.
2.      Masa kedua
Pada masa ini terdapat empat orang tokoh sebagai ilmuan nahwu yang mengikuti Abu Aswad ad-Dhualy, diantaranya adalah
-          Yahya bin Ya’mar al-Udwani al-Laisy
-          Maymun al-Aqran
-          ‘Anbasah al-Fiil
-          Nashir ibn ‘Ashim al-Laisy.
3.      Masa ketiga
Pada masa ketiga terdapat tiga tokoh, yaitu:
-          Abdullah bin Ishaq, mengadopsi mazhab abu aswad ad-Dhualy
-          Abu amru bin ‘illa’, mengadopsi pemikiran abu aswad ad-Dhualy.
-          Isa bin Umar as-Syaqafi. Ia mengombinasi dan menggabungkan mazhab abu Aswad ad-Dhualy dengan ilmuan bahasa Arab lainnya pada periode kedua dan beliau mengarang kitab Jamik dan Ikal yang membahas tentang lafadz dan bacaan Arab.
4.      Masa keempat
Masa keempat merupakan masa yang terpenting dalam pengembangan ilmu nahwu, karena pada masa ini terdapat dua orang tokoh penting dalam pengembangan ilmu nahwu, yaitu
-          Akhfasi al-Akbar, beliau yang membuat teori dan definisi nahwu yang berbeda dari bahasa lainnya, serta pembatasan antara ilmu nahwu dan sharaf.
-          Khalil Ahmad al-Farahidy, merupakan tokoh yang sangat penting dalam pengembangan ilmu nahwu sehingga ini merupakan periode keemasan perkembangan ilmu nahwu dan mazhab bahasa Arab.
5.      Masa kelima
Pada masa ini hanya ada satu tokoh yang muncul yaitu Sibawaih, beliau bernama lengkap ‘Amr ibn Utsman ibn Qunbar ( 148-140 H/760-795 M). Beliau sangat terkenal karena mengarang kitab Sibawaehi (al-Kir).
6.      Masa keenam
Pada masa ini tokoh yang sangat terkenal adalah Abu Hasan Said Mus’adah, pemuda bani Mujasyi bin Daarim bin Handhilah bin Zaid Manah bin Tamim. Ia dikenal dengan sebutan Akhfas karena merupakan sahabat dekat Sibawaih.
7.      Masa ketujuh
Masa ini terdapat seorang tokoh nahwu yaitu abu Umar Shalih bin Ishak al-Bajli.
8.      Masa kedelapan
Masa ini merupakan masa terakhir tokoh pada masa ini adalah Abu Abbas Muhammad bin Yazid Abdul Akbar bin Amir bin Salim bin Said bin Abdullah bin Yazid bin Malik bin Hariz bin Amir bin Abdullah bin Bilal bin Auf bin Aslam bin Ahjan bin Ka’ab, ulama memandangnya orang yang berperang dengan sastra, banyak hafalan, penjelasan terarah, serta sistemasis dengan bahasanya yang fasih.

2.             Madrasah Kufah

a.              Latar Belakang Lahirnya Kufah Sebagai Aliran Ilmu Nahwu.

Ilmu nahwu di Kufah berlangsung sekitar seabad setelah Basrah. Kajian ilmu nahwu sangat berhubungan dengan tempat, suku dan kehidupan didalamnya. Dari sudut geografis, Kufah merupakan jalur perdagangan dan tempat pergantian kebudayaan. Kareakter kehidupannya adalah militer sehingga sebagian dari mereka adalah apara imigran yang berasal dari ahli qiraah, ahli figh dan para penyair. Adapu para ahli qiraah ada tiga dari tujuh ahli qiraah yang terkenal yaitu Aaim bin Abi al- Nujud, Hamzah bin abi al-Ziyad dan Hamzah al-Khisa’i. Mereka adalah ahli qira’ah al-Quran, hadis nabawi, ushul figh, dan pengajaran ayat-ayat makham. Sedangkan para pemuda disamping meriwayatkan syair juga belajar sastra.

Ketika para intelektual Basrah sedang mengalami masa kemunduran dalam kajian bahasa dan nahwu, Kufah justru bergeliat dalam pengembangan kajian agama, periwayatan syair dan sastra pada saat itu pula muncul nama al-Kisa’ sebagai tokoh penting dalam lahirnya aliran ilmu nahwu Kufah yang juga dikembangkan oleh muridnya Yahya bin Ziyad al-Fira’.

b.             Periodesasi dalam aliran Kufah

Terdapat lima generasi pada madrasah Kufah, diantaranya adalah
1.      Generasi pertama
Pada generasi ini kajian nahwu masih masih menggunakan model kajian aliran Basrah. Belum ada pendapat yang dapat diperhitungkan sebagai pendapat dari ulama Kufah. Tokoh pada generasi ini yaitu
-          Mu’az al-Farra’i bernama lengkap Abu Muslim Mu’az Ibn Muslim al-Farra’i, tinggal di Kufah dan mendalami ilmu nahwu bersama anak dari saudaranya yaitu al-Ru’sai dan menyebarkan prinsip-prinsip nahwu aliran Basrah, ia adalah orang pertama yang menyusun buku tentang ta’rif.
-          Al-Ru’asi, bernama lengkap abu Ja’far Muhammad Ibn al-Hasan. Beliau di juluki al-Ru’asi karena mempunyai kepala yang besar. Ia mengarang kitab nahwu al-Faial, yaitu kitab pertama kali muncul yang membahas tentang study nahwu aliran kufah.
2.      Generasi kedua
Karakter pada periode ini menggunakan siasat dalam meraih atau mengembangkan pengetahuaannya dengan membaca kitab sibawaih secara sembunyi-sembunyi, berdiskusi dengan para tokoh aliran Basrah. Tokohnya adalah al-Kisa’i, beliau bernama lengkap Abu Hasan Ali bin Hamzah, berkebangsaan Persia. Sedangkan al-Kisa’i merupakan julukan yang diberikan kepadanya. Julukan tersebu diperoleh karena beliau pernah menghadiri sebuah forum Hamzah ibn Habib al-Ziyad dengan menggunakan baju yang hitam dan mahal. Ia dilahirkan di kufah pada tahun 119 H dan wafat pada tahun 189 H dalam perjalan menuju Tus (sebuah wilyah di Persia).
3.      Generasi ketiga
Karakter generasi ini adalah semakin maraknya penulisan baik dalam ilmu agama maupun ilmu bahasa dan mulai otonomnya ilmu sharaf. Masa ini pula mulai kosentrasi penulisan tentang nahwu secara terpisah dari sharaf. Perhatian khusus terhadap kesalahan lisan secara umum dan upaya memeperbaikinya. Merebaknya perdebatan antarakelompok Basrah dan Kufah serta lahirnya istillah nahu Kufah. Diantaratokohnya adalah
-          Al-Amar (w 194 H)
-          Al- Farrai’ (144-207 H)
-          Hisyam al-Arir (w 209 H)
-          Al- Lihyani (w 220 H)
4.      Generasi keempat
Karakter generasi ini pada umumnya tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya (ketiga), hanya sudah mulai berkurang kegiatan menyusun karangan sampai batas tertentu. Tidak muncul pendapat-pendapat khas pada bidang nahu dan sharf pada generasi ini karena sebagian besar generasi tersebut mempertimbangkan pendapat-pendapat ahli nahu kufah sebelumnya. Tokoh-tokoh pada periode ini adalah
-          Ibnu Sa’dan (161-231 H)
-          Al- Huwal (w 234 H)
-          Ibnu Qadim (w 251 H)
5.      Generasi kelima
Karakter pada generasi ini adalah pengetahuan yang beraneka ragam seperti nahwu, bahasa dan balaghah. Selain itu juga banyak penulisan karya dari berbagai ilmu pengetahuan. Salah satu tokohnya  adalah Sa’lab, beliau lahir pada tahu 200 H bernama lengkap Abu al-Abbas Ahmad ibn Yahya ibn Yazid, tetapi terkenal dengan Sa’lab, beliau berkebangsaan Persia, namun lahir dan tumbuh di Bagdad. Sejak kecil beliau sudah mempelajari berbagai ilmu : membaca, menulis, menghafal al-Quran dan syair Arab. Diantara karnya adalah Majalis Sa’lab, al-faraih, Qawaidul al-Syi’ri, Ikhtilafu al-Nahwiyiin, maa ya’arifu wa maa laa yan’arif.

3.             Madrasah Bagdad

a.              Latar Belakang Lahirnya Madrasah Bagdad.

Setelah kota bagdad dibangun oleh Abu Ja’far al-Manshur, para ulama dengan berbagai keahlian mulai tertarik datang ke Bagdad. Hal yang membuat para ulama menarik datang ke Bagdad diantaranya adalah kondisi geografis yang nyaman, kehidupan yang lebih menjanjikan dan kedekatan dengan penguasa. Ulama yang datang ke kota Bagdad adalah al-Kisa’i atas undangan khalifah al-Mahdi, al-Kisa’mengajar putra al-Mahdi sehingga beliau menetap disana dan setelah itu ketika khalifah Harun al-Rasyid menjadi khalifah al-kisa’i diminta untuk mengajarkan putranya al-Amin dan al-Makmun.

Setelah al-Kisa’i lanjut usia, khalifah al-rasyid memintanya untuk mencari penggantinya lalu dipilihlah sahabatnya Ali ibn al-Mubaraq al-Ahmar. Setelah keduanya datanglah Yahya bin Ziyad al-Farra’ yang diminta oleh khalifah al-Makmun untuk mengajar kedua putranya. Ulama-ulama mazhab kufah mudah diterima oleh masyarakat bagdad disebabkan Bagdag pada saat itu adalah kotaraja, bukan kota ilmu. Orang-orang Bagdad lebih memikirkan urusan kekuasaan, melayani para raja dan pejabat dan enggan bersusah payah mencari ilmu. Dengan demikian, wajarlah mazhab kufah langsung diterima tanpa ada yang menandinginya.

b.             Pertemuan Antara Basrah dan Kufah di Bagdad.

Mendengar kehidupan yang nyaman di Bagdad, ulama-ulama Basrah juga ingin merasakan kehidupan di Bagdad. Pada awalnya datang al-Mubarrad ke Bagdad, namun usahanya dihalangi oleh abu al-abbasa’lab bersama kawan-kawannya. Perseruaan ini dimenangkan oleh al-Mubarrad, ia lalu mendirikan majles sendiri di mesjid Kufah bahkan ia berhasil menarik perhatian kawan-kawan Sa’lab untuk pindah ke majlisnya, diantaranya Abu Ishaq al –Zajjad dan Abu Ali al-Dainury. Dengan demikian di Bagdad telah muncul aliran yaitu aliran Basrah yang dipimpin oleh al-Mubarrad dan aliran kufah yang dipimpin oleh Sa’lab.

Kedua mazhab tersebut terlibat dalam perdebatan sengit, masing-masing memiliki pendukung dan pengikut fanatik, saling mengajukan argumen demi menjatuhkan lawannya. Akibatnya, banyak terjadi perdebatan antara dua mazhab ini dan masing-masing saling membagakan diri. Keadaan seperti ini menyebabkan para pejabat memiliki kecenderungan kuat dalam permasalahan bahasa kepada pendapat-pendapat yang paling kuat dari kedua mazhab.

Sekitar pertengahan abad ketiga hijriah muncullah keprihatinan dari sekelompok ulama akan peperangan yang terjadi antara kedua mazhab yaitu Basrah dan Kufah, kemudian mereka mencoba menyatukan kedua kubu yang berseteru dengan jalan mempelajari kedua mazhab ini secara mendalam, kemudian merekan merintis mazhab baru yang berpedoman kepada pendapat-pendapat pilihan dari dua mazhab tersebut. Dengan demikian lahirlah mazhab yaitu mazhab Bagdad.

Meskipun mazhab Bagdad telah ada, namun di dalamnya masih terdapat fanatisme kepada kedua mazhab pendahulu, yaitu Basrah dan Kufah. Maka di dalam mazhab Bagdad yang masih muda ini, terdapat kelompok-kelompok dengan kecenderungan berbeda meskipun tetap bernaung pada satu mazhab. Kelompok pertama adalah para ahli nahwu yang mula-mula belajar kepada ulama Kufah kemudian mempelajari nahwu mazhab Basrah. Meskipun kelompok ini menyebut dirinya sebagai mazhab Bagdad, namun kecenderungannya masih kuat mendukung mazhab kufah. Kelompok kedua adalah para ahli para ahli nahwu yang mula-mula belajar kepada ulama nahwu mazhab Basrah, lalu mempelajari pula nahwu mazhab Kufah, ada pula yang mula-mula mempelajari mazhab Kufah dan baru belajar mazhab Basrah, akan tetapi setelah melebur menjadi mazhab Bagdad, kecenderungan kelompok ini adalah mendukung mazhab Basrah.

c.              Ulama Mazhab Bagdad.

Pada dasarnya ulama mazhab dibagi menjadi dua, yaitu al-Muttaqamin dan ulam al-Mutakhirin.
1.      Ulama al-Muttaqamin terbagi menjadi dua kelompok yaitu
-          Fariqul awal adalah ulama dengan kecenderungan pada mazhab Kufah
-          Fariqul tsani adlah ulama dengan kecenderungan pada mazhab Basrah.
2.      Ulama al-Muta’akhirin, diantaranya adalah
-          As-Sairafi
-          Ibnu khaluwiyah
-          Abu Ali al-Farisi
-          Al-Rumani.

4.             Madrasah Misr ( Mazhab Mesir).

a.              Latar Belakang Lahirnya Mazhab Mesir.

Kondisi perkembangan bahasa Arab di Mesir berbeda dengan wilayah lain. Pada saat bahas Arab masuk, sudah ada bahasa asli penduduk Mesir, yaitu bahasa Qibtiy. Sehingga untuk menjadi bahasa resmi, bahasa Arab harus berjuang keras mengalahkan bahasa Qibtiy. Pergaulatan antara kedua bahasa ini kemudian dimenangkan oleh bahasa Arab. Kemenangan bahasa Arab disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1.        Orang-orang islam tidak mengangkat orang non-muslim menjadi pegawai pemerintahan, sehingga oranr-orang Qibtiy harus masuk islam dan belajar bahasa Arab.
2.        Orang-orang non-muslim harus membayar jizyah untuk biaya perang, operasional dan keamanan negara, sehingga mereka memilih untuk masuk islam.
3.        Orang-orang Arab banyak bermigrasi ke Mesir dan bersosialisasi dengan orang-orang Qibtiy.
4.        Banyak ulama datang ke Mesir membawa dakwah islam.
5.        Para pemikir Qibtiy mulai merasakan kekacauan diantara pemeluk agama nasrani, sehingga mereka mulai bernaung dibawah perdamaian islam.

Pada abad 5 H, bahasa Arab sudah menjadi bahasa percakapan dan komunikasi di semua lapisan masyarakat. Perkembangan bahasa Arab di Mesir seperti negara-negara lain, diawali dengan perkembangan ilmu-ilmu agama islam terlebih dahulu.

Studi bahasa baru bekembang di Mesir setelah di Irak sudah sempuran dan matang, dari kota Basrah, Kufah dan Bagdad. Irak lebih unggul dibandingkan Mesir karena posisi Iraq yang lebih strategis. Pada saat aliran-aliran nahwu di Basrah, Kufah dan Bagdad  sudah matang bahkan terjadi persaingan dan para tokoh-tokohnya berselisih paham, Mesir masih dalam penaklukan islam, sehingga Mesir masih fokus dengan keamanan negara.

Para ulama Mesir saat itu masih belajar ilmu syariat dan hukum-hukum agama. Setelah itu Mesir baru belajar ilmu nahwu di Iraq. Tokoh Mesir yang belajar nahwu di Iraq adalah al-Walid bin Muhammad al-Tamimiy yang lebih dikenal dengan nama walad. Beliau belajar ke Basrah dan bertemu dengan al-Mahlabiy yang merupakan murid al-Khalil bin Ahmad bin Ja’far ad-Dainuri. Sedangkan ad-Dainury belajar pada al-Maziniy dari buku-buku karya sibawih, kemudian membaca karya al-Mubarrid di Bagdad sampai meninggal di Mesir.

b.             Tokoh –Tokoh Nahwu di Mesir.

Tokoh-tokoh nahwu di Mesir dapat dikatagorikan dalam sepuluh generasi,kesepuluh genersai tersebut adalah sebagai berikut :
1.             Generasi pertama
-          Walad at-Tamimy al-Musadriy
-          Mahmud bin Hasan
-          Abdul Hasan al-Aa’z
2.             Generasi kedua
-          Ad-Dainury
-          Ibnul Mazra’
-          Abul Husain bin Walad
3.             Generasi ketiga
-          Kura’an an-Naml
-          Abdul Qasam bin Walad
-          Abul Abbas bin Walad
-          Abu Ja’far an-Nuhas
-          Al-Kindi
-          ‘Alan
4.             Generasi keempat
-          Al-Idfawiy
-          Al-Haufiy
-          Ibnu Bibsyaz
-          Ibnu Barkat
-          Ibnu Barry
5.             Generasi kelima
-          Al-Bulty
-          Ad-Daqiqiy
-          Ibnu Mu’ti
-          Ibnu Hajib
-          As-Sykawiy
6.             Generasi keenam
-          Ibnu an-Nuhas
-          Abu Hayan al-Andalus
-          Al-Muradiy
-          Ibnu Hisyam
-          Ibnu ‘Aqil
-          Ibnu as-Saig
-          Nazir al-Jaisy
7.             Generasi ketujuh
-          Ibnu Jama’ah
-          Ad-Damaminiy
-          Asy-Syamna
-          Al-Kafijiy
8.             Generasi kedelapan
-          Khalid al-Azhariy
-          As-Suyutiy
-          Al-Asyimuniy
-          Ibnu Qasim al-‘lbadiy
9.             Generasi kesembilan
-          Asy-syanwaniy
-          Ad-Dunusyiriy
-          Yasin al-‘Alimiy
-          Al- Hifniy
-          As- Saban
10.         Generasi kesepuluh
-          Ad-Dasuqiy
-          Al-‘Atar
-          Quwaidir
-          Al-Khudariy dan

-          Al-Ibyariy

4 comments:

Mentaya said...

Artikelnya detil sekali, terima kasih, semoga banyak bermanfaat.

artikel yang juga menarik tentang bahasa arab: manfaat belajar bahasa arab

samsoel hadee said...

kalau boleh tahu, referensi atau rujukannya dari buku dan kitab apa saja ya? terima kasih.

fadhian said...

artikel ini ringkasan dari dua buku yang ada pada gambar. semoga bermanfaat

Anonymous said...

Maaf saya mau nanya, aliran2 ilmu nahwu apakah sama dengan aliran ilmu shorof? Terimakasih��